Jumat, 22 Maret 2013

Tulisan Teori Organisasi Umum 2


Do`a Seorang Ibu

Disebuah desa kecil dan terpencil di pesisir pantai yang sepi, terdengar gemuruh ombak seolah bersorak dan berlari-lari dipinggiran pantai. terpaan angin pantai dan rindangnya pepohonan menggambarkan tentramnya sebuah kehidupan. Hiduplah didesa itu seorang perempuan tua, kira-kira umurnya 70 tahun dia memiliki tiga orang anak dua laki-laki dan satu perempuan, semua anaknya ada di perantauan dan ia hanya tinggal sendiri dirumah tua kampung halamannya, ketika ia sakit tetangganyalah yang bergantian merawatnya, wanita tua itu amat disenangi dan di hormati oleh semua masyarakat di kampung itu.
Semua anak-nya sudah berkeluarga namun anak-anak yang sangat dicinta-nya itu jarang pulang kekampung halamannya meskipun hanya sekedar melihat keadaan ibunya, mereka kadang hanya menanyakan kabar ibunya dari telfon yang ada di rumah pak lurah, seolah mereka tak pernah merindukan sosok seorang ibu yang sudah tua itu.

Namun meskipun demikian, kasih sayang seorang ibu takkan pernah hangus ditelan oleh waktu, ibu yang tua itu selalu bersabar menunggu anaknya pulang, menunggu senyuman dari anak-anaknya yang telah lama ia rindukan, menunggu tangis dan tawa dari cucu-cucunya yang selalu terlukis di kelopak matanya, kadang air mata membasahi kerut pipi yang tua itu.
Suatu ketika dimana hari itu sudah hampir memasuki hari raya idul fitri dan perempuan tua itu begitu ingin merayakan hari bahagia itu bersama ketiga anaknya. Perempuan tua itu pergi kerumah pak lurah untuk menghubungi anaknya lewat telfon, karena hanyalah pak lurah yang punya telfon di kampung itu.
Pertama perempuan tua itu menghubungi Rahman anak partamanya yang ada di bandung, namun jawaban anak pertamanya sangat mengecewakan hati perempuan tua itu, Rahman mengatakan tidak tidak bisa pulang dan merayakan hari raya di kapung halaman karna anak keduanya sedang ada tugas dari kampusnya yang tidak bisa ditinggalkan.
“Meskipun anakmu gak bisa tapi kan kamu dan istrimu bisa to…le….”??
Kata perempuan itu memohon pada anaknya. Namun laki-laki yang berumur 40 tahun itu tetep tidak bisa pulang malah dia menyuruh ibu-nya merayakan hari raya dibandung bersamanya bila ia mau anaknya itu akan mengirimkan ongkos untuknya, namun perempuan tua itu tetap ingin merayakan hari bahagia itu di kampung halamannya.
Setelah itu ia mencoba menghubungi rohim anak keduanya yang ada di Jakarta bersama istri dan kedua anaknya, namun jawaban rohim anak keduanya itu tidak jauh beda dari Rahman kaka`nya, Rohim mengatakan tidak bisa pulang dan merayakan hari raya di kapung halaman karena ada kunjungan kerja ke singapur, perempuan tua itu tersenyum mendengar kesuksesan anak keduanya itu, namum dia juga sangat sedih karena anak keduanya itu tidak bisa merayakan hari bahagia itu bersamanya dikampung tempat kelahirannya.
Ia semakin sedih ketika mendengar suara tawa anak-anak yang memanggil nya nenek dari telfon anak keduanya itu. Namun perjuangan seorang ibu belum berahir kini satu-satunya harapan adalah anak sulungnya yang bernama aminah dia tinggal di kudus bersama suaminya dan memiliki seorang putri.
Namun kekecewaan kembali menusuk hatinya ketika aminah puri sulungnya juga mengatakan tidak bisa pulang dan merayakan hari raya di kapung halaman, karna suami-nya ditugaskan memimpin sholat idul fitri dimasjid tempatnya merantau. Perempuan tua itu semakin bangga pada menantunya yang seorang ustadz itu. Namun rasa kecewa masih tetap menyelimuti hatinya.
Iapun pulang dengan langkah-langkah nya yang lemah membawa kerinduan yang amat sangat dihatinya, sesekali ia menyeka air mata dari wajahnya yang telah keriput itu dengan tangannya ketika ia ingat betapa malang nya diri seorang ibu yang tak pernah dihiraukan anaknya, kini satu-satunya perjuangan yang harus ia lakukan adalah berdo`a memohon dan berkeluhnkesah pada sang pencipta
Dua hari menjelang lebaran pak lurah mengundang seluruh warga dikampung kecil itu untuk berbuka puasa bersama di rumahnya, perempuan tua itu semakin sedih ketika mendengar ibu-ibu yang lain menceritakan kepulangan dan kesuksesan anaknya dari perantauan, hatinya semakin teriris tatkala ia sadar ia tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan ibu-ibu yang lain, ia hanya terdiam Menahan kekecewaan yang amat mendalam pada anak-anaknya.
Setelah pulang ia mencuci mukanya yang sudah tua itu dan ber wudu`, ia solat dua rekaat, perempuan tua itu menangis dalam setiap sujudnya ia curahkan semua perasaan yang penuh kekecewaan itu pada sang pencipta, ia memohon pada tuhan semoga anak-anaknya bisa pulang dan membahagiakannya pada hari idul fitri itu.
Malam idul fitripun tiba, terdengar suara takbir berkumandang di masjid dan disetiap musholla yang ada di kampung itu. Ia hanya duduk termangu di kursi ruang tamu rumah tua itu. Sesekali wajah nya tersenyum, namun derai air mata tak mampu ia sembunyakan dalam kesendiriannya itu.
Ketika perempuan tua itu semakin melayang dalam lamuanannya tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu serta mengucap salam, perempuan tua itu sedikit kaget mendengar suara salam yang sepertinya tidak asing lagi di telinganya, ia segera berjalan menuju pintu kayu yang sudah lapuk itu, ketika perempuan tua itu membuka pintu tak disangka ternyata Rohim anak keduanya yang gagah itu sudah berdiri di depan pintu seketika anak keduanya itu memeluk tubuh kurus perempuan tua itu dan berkata sambil menangis tersedu-sedu.
Ibu…..hik..hik…hik… Rohim pulang Bu….,”"
Ade` aminah katanya akan datang besok dan ka` Rahman lusa juga akan datang Bu….. hik…hik…hik…”"
Mendengar ucapan anak keduanya itu perempuan tua itupun menangis dalam pelukan anak nya penuh rasa syukur karna tuhan telah menjawab semua do`a nya***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar