Selasa, 13 November 2012

Tulisan 11


Mencegah Kekerasan dalam Rumah Tangga


Pada tulisan “Kekerasan dalam Rumah Tangga” bagian 1 dan 2 telah dijelaskan mengenai gejala tindakan kekerasan dan jenis-jenisnya. Pertanyaan yang mengemuka adalah, bagaimana usaha yang harus dilakukan agar bisa mencegah adanya kekerasan dalam rumah tangga ?
Beberapa prinsip berikut hendaknya dipegangi oleh semua anggota keluarga agar bisa terhindar dari tindak kekerasan:

1. Masing-masing pihak hendaknya menempatkan diri pada posisinya secara proporsional
Hendaknya seluruh anggota keluarga menepati posisi masing-masing, dan mengerjakan peran masing-masing. Salah satu sebab munculnya tindak kekerasan adalah karena tidak ditepatinya posisi masing-masing pihak dalam rumah tangga. Suami hendaklah menjadi pemimpin yang bijak, yang menjaga serta merawat hati dan perasaan isteri serta anak-anak.
Suami harus memimpin keluarga dengan bijaksana dan penuh cinta. Menjauhkan diri dari sikap arogan, sewenang-wenang dan semena-mena terhadap keluarga. Menjauhkan diri dari kekasaran ucapan, sikap dan perilaku kepada isteri dan anak-anaknya. Pemimpin yang baik tidak akan memberikan beban yang memberatkan, tidak akan melukai hati dan perasaan, tidak akan menyalahgunakan kewenangan.
Isteri hendaklah berbakti kepada suami. Selalu berusaha tampil secantik mungkin di hadapan suami, dan selalu berusaha menyenangkan hati suami. Isteri mengelola urusan kerumahtanggaan dengan kehadiran perasaan, bukan dengan keterpaksaan. Isteri menjadi penyejuk hati suami, menjadi motivator dalam kebaikan, menjadi inspirasi yang menyemangati suami. Berusaha mendidik anak-anak dengan sepenuh cinta, agar menjadi anak-anak yang baik dan berkualitas.

2. Memahami bahwa kekerasan hanya akan melahirkan ketidakbaikan
Tindak kekerasan dalam rumah tangga tak akan membawa kebaikan. Justru dari tindak kekerasan itu akan muncul dendam, kebencian, permusuhan dan konflik berkepanjangan. Lebih dari itu, apabila kekerasan menghasilkan cacat fisik ataupun mental karena trauma, maka penyesalan akan terjadi sepanjang hidup. Kadang-kadang dalam keadaan emosi dan marah, tidak sempat berpikir panjang seperti itu. Yang ada adalah keinginan untuk menumpahkan emosi secara sesaat, memuaskan kehendak terhadap orang lain, dan baru dirasakan penyesalan setelah segala sesuatunya terjadi.
Sikap kasar dan keras kepada pasangan tidak akan menghadirkan kebaikan apapun. Justru yang muncul adalah perasaan benci, dendam, dan sakit hati. Kekerasan hanya akan mengakibatkan penyesalan, maka jangan pernah melakukan kekerasan dan kekasaran kepada pasangan anda.
3. Memenuhi hak pihak lain
Setiap anggota keluarga harus menunaikan kewajiban diri terhadap yang lainnya, agar hak-hak bisa ia dapatkan. Menuntut hak dari orang lain, tanpa menunaikan kewajibannya adalah perbuatan tak bertanggung jawab, ingin menang sendiri. Dengan pemenuhan kewajiban ini, akan memungkinkan setiap Dengan pemenuhan kewajiban ini, akan memungkinkan setiap setiap personal dalam rumah tangga mendapatkan hak-haknya secara proporsional, sehingga tidak ada pihak yang terzhalimi.
Jangan terbiasa dengan menuntut hak, namun biasakan memberikan hak pihak lain. Suami memberikan hak-hak isteri, demikian pula isteri memberikan hak-hak suami. Suasana yang muncul adalah berlomba melakukan kebaikan di rumah tangga, dengan menunaikan hak-hak pasangan. Bukan suasana saling menuntut dipenuhinya hak masing-masing.
4. Membiasakan kehidupan musyawarah
Sumbatan komunikasi bisa berdampak pada dilakukannya tindak kekerasan sebagai ekspresi ketertindasan. Rumah tangga hendaknya membiasakan kehidupan musyawarah sebagai bagian penting dalam menjaga kebaikan keluarga, menyampaikan nasihat satu dengan yang lainnya, saling mengungkapkan keinginan dan harapan-harapan.
Suami tidak memutuskan segala sesuatu sendirian, namun harus melibatkan isteri agar bisa memberi pertimbangan dan masukan. Ajak isteri melakukan musyawarah untuk merancang masa depan keluarga. Buat suasana keterbukaan yang nyaman sehingga tidak ada pihak yang merasa tertekan dalam rumah tangga. Semua merasa nyaman karena bisa lancar mengungkapkan keinginan.

5. Senantiasa mengevaluasi perjalanan rumah tangga
Kadang-kadang karena terjebak rutinitas, suami dan isteri menjadi kehilangan arah serta orientasi dalam berkeluarga. Akhirnya kehidupan keluarga hanyalah merupakan sekumpulan aktivitas rutin yang menjemukan dan membuat lelah. Segala peran dipahami sebagai peran teknis dan mekanis, tak ada perasaan, tak ada rasa cinta, tak ada sentuhan kelembutan dan kasih sayang. Dengan adanya evaluasi secara berkala, memungkinkan segera menemukan arah yang mulai melenceng, orientasi yang mulai tak lurus, niatan yang mulai terkotori.
Jangan membiarkan adanya hal yang menyimpang dalam kehidupan rumah tangga. Setiap ada bentuk penyimpangan harus segera dikoreksi dan diluruskan dengan cara-cara yang bijak. Evaluasi semua bagian, agar kehidupan keluarga selalu berada dalam suasana yang menyenangkan dan bisa dinikmati semua anggotanya. Jangan hanya seseorang yang bisa merasa senang namun membuat gelisah dan tidak nyaman pihak lainnya.
Semua pihak harus bersedia duduk dan melakukan evaluasi demi kebaikan keluarga. Evaluasi tidak dimaksudkan untuk saling salah menyalahkan, atau saling mencari-cari kesalahan pihak lain, atau saling tuduh menuduh. Namun evaluasi dilakukan dalam rangka mencari perbaikan di masa yang akan datang. Biarlah yang telah berlalu, namun harus ada upaya selalu mencari yang terbaik untuk keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar