Pemakaman Kuno Mesir Ungkap Penderitaan Rakyat Jelata
oleh Tia Ghose | LiveScience
Meski para penguasa Mesir membangun piramida megah yang penuh harta berkilauan, masyarakat kelas bawah melakukan pekerjaan melelahkan dengan kondisi kelaparan.
Sebuah analisis yang dilakukan terhadap lebih dari 150 kerangka dari sebuah pemakaman berusia 3.300 tahun di kota Mesir kuno, Armana, menemukan tulang yang patah karena mengangkat beban berat, dan gizi buruk yang merajalela di kalangan rakyat jelata kota tersebut.
Penemuan tersebut, yang dirinci dalam jurnal “Antiquity” edisi Maret, bisa menjelaskan tentang kehidupan masyarakat golongan bawah di Mesir kuno.
Kota yang berdiri singkat
Selama 17 tahun, Mesir berpusat di Amarna, sebuah kota kecil di tepi sungai Nil, sekitar 350 km di selatan Kairo.
Firaun Akhenaten mengalihkan ibu kotanya ke Amarna untuk sebuah kultus pemujaan murni dan tidak tercemar yang didedikasikan untuk dewa matahari, Aten.
Dalam beberapa tahun, kuil, gedung-gedung pengadilan, dan kompleks perumahan bermunculan. Setelah itu, sekitar 20.000 sampai 30.000 penduduk yang terdiri atas para pejabat pengadilan, tentara, kuli bangunan, dan pelayan hidup di kota tersebut.
Akan tetapi setelah kematian Akhenaten, firaun penggantinya, Tutankhamun, segera melancarkan eksperimen. Kota tersebut, yang tidak memiliki lahan pertanian yang baik, dengan cepat ditinggalkan.
Oleh karena orang-orang Mesir menduduki Amarna dalam waktu yang singkat, kota tersebut memberikan wawasan baru kepada para arkeolog yang belum ada sebelumnya tentang kehidupan masyarakat pada masa tersebut, kata salah satu peneliti Anna Stevens, arkeolog di University of Cambridge.
Kehidupan keras
Sekitar 10 tahun yang lalu, seorang peneliti menyelidiki sebuah daerah gurun di dekat Amarna menemukan sebuah kuburan kuno. Situs tersebut berisi ratusan kerangka dan pecahan tulang dari warga Mesir kalangan bawah.
Untuk melihat seperti apa kehidupan sehari-hari rakyat Mesir tersebut, Stevens dan rekan-rekannya menganalisis 159 kerangka yang sebagian besar ditemukan dalam keadaan utuh.
Kesimpulan para peneliti: Kehidupan sangat keras di Amarna. Pertumbuhan anak-anak terhambat, dan banyak tulang keropos akibat kekurangan gizi, mungkin karena rakyat jelata hidup hanya dengan mengonsumsi roti dan bir, kata Steven kepada LiveScience.
Lebih dari tiga perempat dari orang dewasa memiliki penyakit sendi yang membuat mereka semakin lemah, kemungkinan akibat mengangkut beban berat, dan sekitar dua pertiga dari orang dewasa mengalami setidaknya satu patah tulang.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan cepat Amarna mungkin sangat berat bagi rakyat jelata. Berdasarkan ukuran batu bata yang ditemukan di dekat rangka bangunan di sekitar situ, setiap pekerja diperkirakan membawa batu bata kapur seberat 70 kg dengan cara estafet. Mendirikan bangunan kota secepat itu membuat para pekerja berulang kali mengangkat beban berat tersebut. Hal tersebut bisa menyebabkan penyakit sendi seperti yang dialami kerangka yang ditemukan.
Norma di Mesir?
“Ini adalah sebuah studi yang luar biasa karena ini merupakan sebuah jumlah masyarakat yang besar dari sebuah situs terkenal, dan jasad yang kami temukan beradal dari kelas bawah,” kata Salima Ikram, seorang peneliti Mesir di American University di Cairo, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
Namun karena, secara keseluruhan, para arkeolog menemukan sangat sedikit kuburan Mesir kuno tempat masyarakat kelas bawah dimakamkan, sangat mungkin bahwa kondisi melelahkan tersebut terjadi di seluruh kawasan Mesir pada masa itu, kata Stevens.
Penelitian lain telah menemukan bahwa bahkan orang-orang Mesir kaya menderita penyakit dan kekurangan gizi, sering kali hidup hanya sampai usia 30-an.
Meski para penguasa Mesir membangun piramida megah yang penuh harta berkilauan, masyarakat kelas bawah melakukan pekerjaan melelahkan dengan kondisi kelaparan.
Sebuah analisis yang dilakukan terhadap lebih dari 150 kerangka dari sebuah pemakaman berusia 3.300 tahun di kota Mesir kuno, Armana, menemukan tulang yang patah karena mengangkat beban berat, dan gizi buruk yang merajalela di kalangan rakyat jelata kota tersebut.
Penemuan tersebut, yang dirinci dalam jurnal “Antiquity” edisi Maret, bisa menjelaskan tentang kehidupan masyarakat golongan bawah di Mesir kuno.
Kota yang berdiri singkat
Selama 17 tahun, Mesir berpusat di Amarna, sebuah kota kecil di tepi sungai Nil, sekitar 350 km di selatan Kairo.
Firaun Akhenaten mengalihkan ibu kotanya ke Amarna untuk sebuah kultus pemujaan murni dan tidak tercemar yang didedikasikan untuk dewa matahari, Aten.
Dalam beberapa tahun, kuil, gedung-gedung pengadilan, dan kompleks perumahan bermunculan. Setelah itu, sekitar 20.000 sampai 30.000 penduduk yang terdiri atas para pejabat pengadilan, tentara, kuli bangunan, dan pelayan hidup di kota tersebut.
Akan tetapi setelah kematian Akhenaten, firaun penggantinya, Tutankhamun, segera melancarkan eksperimen. Kota tersebut, yang tidak memiliki lahan pertanian yang baik, dengan cepat ditinggalkan.
Oleh karena orang-orang Mesir menduduki Amarna dalam waktu yang singkat, kota tersebut memberikan wawasan baru kepada para arkeolog yang belum ada sebelumnya tentang kehidupan masyarakat pada masa tersebut, kata salah satu peneliti Anna Stevens, arkeolog di University of Cambridge.
Kehidupan keras
Sekitar 10 tahun yang lalu, seorang peneliti menyelidiki sebuah daerah gurun di dekat Amarna menemukan sebuah kuburan kuno. Situs tersebut berisi ratusan kerangka dan pecahan tulang dari warga Mesir kalangan bawah.
Untuk melihat seperti apa kehidupan sehari-hari rakyat Mesir tersebut, Stevens dan rekan-rekannya menganalisis 159 kerangka yang sebagian besar ditemukan dalam keadaan utuh.
Kesimpulan para peneliti: Kehidupan sangat keras di Amarna. Pertumbuhan anak-anak terhambat, dan banyak tulang keropos akibat kekurangan gizi, mungkin karena rakyat jelata hidup hanya dengan mengonsumsi roti dan bir, kata Steven kepada LiveScience.
Lebih dari tiga perempat dari orang dewasa memiliki penyakit sendi yang membuat mereka semakin lemah, kemungkinan akibat mengangkut beban berat, dan sekitar dua pertiga dari orang dewasa mengalami setidaknya satu patah tulang.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan cepat Amarna mungkin sangat berat bagi rakyat jelata. Berdasarkan ukuran batu bata yang ditemukan di dekat rangka bangunan di sekitar situ, setiap pekerja diperkirakan membawa batu bata kapur seberat 70 kg dengan cara estafet. Mendirikan bangunan kota secepat itu membuat para pekerja berulang kali mengangkat beban berat tersebut. Hal tersebut bisa menyebabkan penyakit sendi seperti yang dialami kerangka yang ditemukan.
Norma di Mesir?
“Ini adalah sebuah studi yang luar biasa karena ini merupakan sebuah jumlah masyarakat yang besar dari sebuah situs terkenal, dan jasad yang kami temukan beradal dari kelas bawah,” kata Salima Ikram, seorang peneliti Mesir di American University di Cairo, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
Namun karena, secara keseluruhan, para arkeolog menemukan sangat sedikit kuburan Mesir kuno tempat masyarakat kelas bawah dimakamkan, sangat mungkin bahwa kondisi melelahkan tersebut terjadi di seluruh kawasan Mesir pada masa itu, kata Stevens.
Penelitian lain telah menemukan bahwa bahkan orang-orang Mesir kaya menderita penyakit dan kekurangan gizi, sering kali hidup hanya sampai usia 30-an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar